kebijakan cetak uang berbagai negara

Ada Apa di Balik Kebijakan Cetak Uang Berbagai Negara?

Karin Hidayat
Karin Hidayat
September 29, 2025
Ada Apa di Balik Kebijakan Cetak Uang Berbagai Negara?

Apa Itu Kebijakan Cetak Uang?

Kalau dengar kata cetak uang, yang kebayang biasanya mesin besar yang memuntahkan lembaran-lembaran baru rupiah, dolar, atau euro. Tapi dalam konteks ekonomi, cetak uang bukan sekadar soal bikin kertas berwarna dengan angka nominal.

Secara sederhana, cetak uang adalah kebijakan moneter di mana bank sentral menambah jumlah uang beredar untuk mendukung kebutuhan negara. Tujuan utamanya bisa macam-macam: menjaga ekonomi tetap bergerak, membiayai program pemerintah, atau menolong pasar keuangan di masa krisis.

Ada dua istilah penting yang perlu kamu tahu:

  • Monetary Financing. Ini terjadi ketika bank sentral secara langsung membiayai kebutuhan pemerintah dengan uang baru. Contoh ekstremnya bisa berujung pada hiperinflasi kalau tidak dikontrol.
  • Quantitative Easing (QE). Ini versi lebih modern, di mana bank sentral membeli obligasi atau aset keuangan lain dengan uang baru. Likuiditas pasar bertambah, suku bunga turun, dan diharapkan mendorong konsumsi serta investasi.

Jadi, meskipun sama-sama disebut “cetak uang”, praktiknya bisa berbeda tergantung strategi dan kondisi negara.

Mengapa Negara Memilih Cetak Uang?

Pertanyaan berikutnya: kenapa negara tidak cukup pakai pajak atau utang saja? Kenapa harus sampai cetak uang?

Ada beberapa alasan besar:

  1. Menutup Defisit Anggaran. Kalau belanja negara lebih besar daripada pemasukan pajak, ada selisih yang harus ditutup. Di kondisi darurat, solusi cepat adalah menambah jumlah uang beredar.
  2. Menghadapi Krisis Besar. Saat pandemi COVID-19, ekonomi global nyaris lumpuh. Banyak negara memutuskan cetak uang untuk memberi bantuan sosial, subsidi, atau stimulus agar ekonomi nggak jatuh terlalu dalam.
  3. Mendorong Pertumbuhan. Dengan uang beredar lebih banyak, suku bunga turun, pinjaman lebih murah, sehingga masyarakat dan bisnis didorong untuk belanja dan investasi.

Tapi, seperti minum obat, dosisnya harus pas. Terlalu sedikit tidak terasa efeknya, terlalu banyak bisa bikin inflasi parah.

Kebijakan Cetak Uang di Amerika Serikat

Amerika Serikat adalah contoh paling populer lewat program Quantitative Easing (QE).

  • Krisis Finansial 2008. Setelah krisis Lehman Brothers, The Fed (bank sentral AS) mencetak triliunan dolar untuk membeli obligasi pemerintah dan aset berbasis hipotek. Tujuannya: menenangkan pasar dan mendukung sistem keuangan.
  • Pandemi COVID-19 (2020-2021). Cetak uang dilakukan lebih masif lagi. Triliunan dolar digelontorkan ke pasar, termasuk bantuan langsung ke warga.

Dampaknya? Ekonomi berhasil diselamatkan dalam jangka pendek. Bursa saham naik, perusahaan tetap bisa beroperasi. Tapi dalam jangka menengah, efeknya mulai terasa: inflasi AS melonjak ke level tertinggi dalam 40 tahun pada 2022.

Kebijakan Cetak Uang di Jepang

Jepang punya kisah unik. Sejak tahun 1990-an, mereka mengalami masalah deflasi, yaitu harga-harga justru turun. Kedengarannya menyenangkan, tapi sebenarnya bahaya. Kenapa? Karena orang jadi menunda belanja dengan harapan harga semakin murah, dan akhirnya roda ekonomi terhenti.

Bank of Japan kemudian menjalankan QE dalam skala besar. Mereka membeli obligasi pemerintah dan aset lain dengan yen baru, bahkan hingga jadi salah satu pemilik terbesar saham perusahaan Jepang.

Dampaknya? Meskipun sudah bertahun-tahun “cetak uang”, inflasi Jepang tetap rendah. Hal ini karena budaya masyarakat Jepang yang lebih suka menabung daripada belanja. Uang baru yang beredar tidak sepenuhnya mengalir ke pasar konsumsi.

Kebijakan Cetak Uang di Venezuela

Kalau Amerika dan Jepang bisa relatif terkontrol, Venezuela justru jadi contoh “buku teks” kegagalan.

Pemerintah Venezuela mencetak bolivar dalam jumlah sangat besar untuk menutup defisit anggaran. Awalnya untuk membiayai program sosial dan subsidi, tapi tanpa kontrol yang ketat.

Dampaknya? Terjadi hiperinflasi. Harga barang bisa naik berkali-kali lipat dalam hitungan hari. Bayangkan, untuk membeli roti saja orang harus membawa tas penuh uang tunai. Nilai bolivar jatuh hingga nyaris tidak bernilai, dan masyarakat lebih memilih menggunakan dolar AS untuk transaksi sehari-hari.

Kebijakan Cetak Uang di Indonesia

Di Indonesia, isu cetak uang mencuat saat pandemi COVID-19. Pemerintah butuh dana besar untuk kesehatan, bantuan sosial, dan pemulihan ekonomi.

Bank Indonesia akhirnya ikut ambil peran lewat skema burden sharing, yaitu menanggung sebagian beban bunga utang pemerintah dengan cara membeli obligasi.

Dampaknya? Meski sempat menuai kontroversi, langkah ini cukup membantu menjaga stabilitas ekonomi. Inflasi di Indonesia tetap terkendali di level rendah, dibandingkan banyak negara lain yang lonjakannya sangat tinggi.

Artinya, cetak uang memang bisa dilakukan dengan hati-hati tanpa langsung bikin inflasi meledak, asalkan ada koordinasi yang ketat antara pemerintah dan bank sentral.

Risiko Besar dari Kebijakan Cetak Uang

Dari cerita berbagai negara tadi, jelas kalau cetak uang bukan kebijakan yang bisa dilakukan sembarangan. Ada risiko besar yang mengintai:

  1. Inflasi Tinggi. Terlalu banyak uang beredar membuat harga-harga naik. Kalau gaji tidak ikut naik, daya beli masyarakat turun.
  2. Melemahnya Mata Uang. Investor bisa kehilangan kepercayaan dan nilai tukar jeblok.
  3. Beban Utang Bertambah. Uang baru biasanya dipakai untuk utang atau belanja negara. Kalau tidak diimbangi pertumbuhan, keuangan negara makin rapuh.
  4. Ketimpangan Ekonomi. Uang hasil cetakan baru seringnya pertama kali mengalir ke sektor keuangan atau korporasi besar, baru kemudian ke masyarakat kecil. Hasilnya, kesenjangan bisa makin lebar.

Pelajaran dari Kebijakan Cetak Uang Berbagai Negara

Dari Amerika, Jepang, Venezuela, dan Indonesia, kita bisa ambil beberapa pelajaran penting:

  • Cetak uang bisa jadi penyelamat sementara, tapi bukan solusi permanen.
  • Kekuatan sistem keuangan sangat menentukan hasil. Negara maju dengan sistem kuat bisa lebih tahan dibanding negara yang ekonominya rapuh.
  • Dosis dan timing itu krusial. Terlalu agresif bisa berujung bencana, terlalu pelit tidak memberi efek yang dibutuhkan.

Apa Dampaknya Buat Kamu?

Mungkin kamu berpikir, “Oke, negara cetak uang. Terus apa hubungannya dengan hidup saya?”

Jawabannya: dampaknya langsung ke dompetmu.

  • Harga kebutuhan sehari-hari naik. Dari beras, bensin, sampai biaya transportasi.
  • Nilai tabungan tergerus. Kalau bunga tabungan di bank cuma 1-2% per tahun sementara inflasi 4%, artinya uangmu berkurang nilainya.
  • Investasi jadi lebih berisiko. Pasar saham dan obligasi bisa goyang karena ketidakpastian.

Dengan kata lain, kebijakan makro seperti cetak uang bisa sangat dekat dampaknya ke kehidupan sehari-hari.

Cara Menghadapi Risiko Inflasi Akibat Cetak Uang

Kalau begitu, apa yang bisa kamu lakukan sebagai individu?

  1. Jangan Biarkan Uang Diam di Tabungan Biasa. Bunga tabungan rendah seringkali nggak bisa menyaingi inflasi. Cari produk dengan imbal hasil lebih baik.
  2. Diversifikasi Investasi. Jangan taruh semua uang di satu tempat. Campur antara tabungan bunga tinggi, reksa dana, saham, emas, atau instrumen lain.\
  3. Pilih Produk yang Aman dan Fleksibel. Apalagi buat dana darurat, pilih produk yang bunganya bagus tapi uangnya tetap bisa ditarik kapan saja.

Strategi Cerdas: FINETIKS VIP Save

Belajar dari kebijakan cetak uang berbagai negara, satu hal jelas: inflasi itu nyata, dan bisa menggerus nilai uangmu diam-diam. Karena itu, kamu perlu strategi cerdas biar uang tetap berkembang.

Di sinilah FINETIKS VIP Save hadir sebagai solusi. Produk kerjasama dengan Bank Victoria ini menawarkan fitur yang jauh lebih menguntungkan dibanding tabungan biasa:

  • Bunga tinggi hingga 6,25% per tahun
  • Tanpa biaya admin
  • Kuota gratis transfer 20 kali per bulan
  • Dana bebas, tidak dikunci
  • Asuransi jiwa hingga Rp5 Miliar

Artinya, uangmu bukan cuma aman, tapi juga tumbuh lebih cepat. Kamu bisa tetap fleksibel, tanpa khawatir nilai tabungan kalah dari inflasi. Jadi, daripada uangmu diam dan makin kecil nilainya, lebih baik optimalkan lewat VIP Save. Yuk, lindungi masa depan finansialmu sekarang juga. Download aplikasi FINETIKS dan rasakan sendiri keuntungan VIP Save hari ini.

Artikel Terkini